04 February 2009

Kebijaksanaan dan Keistiqamahan Seorang Guru

Pagi yang cerah, sementara jam tanganku menunjukkan pukul 07.45 waktu setempat, artinya jam kuliah akan berlangsung seperempat jam lagi karena perkuliahan kami tepat akan dimulai pada jam 08.00
Beberapa mahasiswa bergamis putih mulai memadati ruang kuliah masing-masing, tidak terkecuali aku. "al-mustawa ar-rabi" tertera di depan pintu ruang kelasku, artinya adalah tingkat empat. Tidak terasa waktu terus bergulir begitu cepatnya, dan tanpa terasa kini aku telah duduk di tingkat empat. Dengan demikian tahun depan setelah melalui tingkat akhir, gelar Bachelor akan aku sandang. Betapa bahagiannya saat itu."ayyuhasy-syabab!!! Kaefa ashbahtum?" (anak-anak bagaimana kabar kalian pagi ini?) sebuah suara yang taka sing lagi terngiang jelas di telinga, rupanya beliau, al-ustadz Segaf al-'idrus telah menempati kursinya dengan tenang. Beliau mengampu pelajaran ahadits ahkam, dengan membaca kitabnya seorang ulama kenamaan Yaman tempat aku kuliah saat ini "Amir Shan'ani" yaitu "subul as-salaam." Sebagai guru senior, beliau amatlah bijaksana. Setidaknya dalam pandanganku dari pengalaman-pengalaman yang pernah aku temui. Seperti pagi ini, ketika udara dingin menyeruak setiap pori-pori kami tiba-tiba AC kelas on, akibatnya beberapa rekan merasa kedinginan. Suasana kelaspun agak gaduh dibuatnya, beberapa yang pro AC tenanga saja-saja menikmati hempasan kesejukannya yang nyaman, namun bagi yang kontra AC bagai badai yang meruntuhkan kesehatan. Melihat gelagat ini sang guru bertitah: "anak-anak semua, tidakkah tersebut dalam kaedah fiqih bahwa dar ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih? Sekarang marilah kita menghoramati saudara kita yang tidak tahan menerima semburan dinginnya AC." Demikian al-ustadz Segaff.Dilain waktu, aku juga mendapatkan sosok guru yang amat istiqamah dan tepat waktu, beliau adalah al-habib Husain Aidid meskipun usianya sudah lanjut, namun semngat untuk menyebarkan ilmu masih terus memancar saja. Seperti hari itu, ketika kesehatan beliau sedang tidak fit namun dengan tenang beliau berkata bahwa beliau masih akan mampu duduk mengajari kami hingga usai.Demikian adalah sekilas aktifis kami sebagai mahasiswa Universitas Al-Ahqaff di kota ilmu Tarim Hadhramaut.

29 August 2008

Sadari Hamba-Mu

Sadari Hamba-Mu
Aku tak sadari
Keropos hati yang menggerogoti
Oleh dosa hari demi hari
Oh..Rabbi…

Cahaya nur ilahipun pudar karenanya
Sinar pantulnya tiada lagi dapat menembus
Hati kini berkarat
Terbalut oleh kabut
Tersekat oleh maksiat
Dan, titik noda itu kini menjelma
Bagai tabir menghalang

Sadari hambamu ini
Wahai Tuhan kami

Aidit, 10/06
(pernah dimuat di www.indo.hadhramaut.info).

Meratap…

Meratap…

Tuhan…
Ku terjatuh dan uluran rahmat-Mu menopang
Ku terjungkal dan kasih-Mu kan segera datang
Ku terkubur dalam kubangan dosa dan celah taubat-Mu terbentang

Tuhan…
Dosaku seluas lautan
Dan ampun-Mu tak bertepi sejauh mata memandang

Salahku bertumpuk hingga bumi enggan menopang
Namun sayang-Mu selalu menjadi harapan

Khilafku tiap detak jantung mengalir
Namun ampun-Mu selalu hadir sekilat kecepatan cahaya menyambar


Tuhan…
Tetasan buliran bening mengalir deras tak tersekat
Rintihan suara tangis lepas tak tertahan
Hambu-Mu kini meratap
Merayap menggapai pintau Taubat

Ya…Rabb, ighfirlana watub 'alaina Amin.

Aidit, 12/06/2008
(pernah dimuat di www.indo.hadhramaut.info).

Oh RIdu….

Engkau menyeretku dengan gelombang kesedihan
Engkau membakarku dengan api kepedihan
Engakau mencabikku dengan pisau pegharapan

Betapa rindunya hamba-Mu,
wahai Sang Maha Tahu,
kupasrahkan rinduku,
ku rela menanti,
ku rela menyabari.


Renungan Cinta
Sebegitu dahsyatkah ia…
hingga seorang rela kehilangan tetesan darahnya,
cinta ada apakah denganmu,
hatiku berguncang,
darahku membuncrat,
air mataku menganak sungai.
Karana engkau, Cinta
Apakah aku kini gembira, atau sedih atau apa.
Aula, univ al-Aqoff
Senin, 17 Dzulqo'dah 1428

23 July 2007

Pulang Kampung

Tepatnya tanggal 1 Juli 2007, saya telah berada di bumi pertiwi Indonesia Raya yang ku cinta. Rasa haru campur senang plus sedih menyelimuti suasana hati ini. Haru dan senang karena telah bertemu sanak saudara serta ayah dan bunda di kampung halaman, sedih melihat perilaku warga negara bangsa ku yang masih banyak terlihat tidak bersahabat dengan aturan Syari'at.

Pengembaraan selama tiga tahun lamanya di negera ALi Abdullah Sholeh tempat "Ka'bah Abrahah" berada (Yaman) belum dapat memberikan warna kehidupan bagi diri saya. Lha koq pulang? iya, soale disuruh Abah je...

Pulang kampung, moga tambah semangat yah...